Selasa, 26 Mei 2015

interview

Akhir-akhir ini gw diminta untuk bantu interview calon karyawan yg apply di perusahaan tempat gw kerja. Kita memang lagi butuh banyak orang untuk berbagai posisi, dari mulai staf sampai manager, baik untuk kantor pusat maupun untuk cabang. Gw bukan orang HRD jadi gw ga terlalu ngerti baca karakter orang dari cara ngomong, jadi sebenernya gw lebih nilai dari kemampuan secara akademis dan logika berpikir.

Awalnya gw agak kaku, bicara formal dan terlalu sistematis. Biasanya gw hanya tertarik sama cerita tentang pengalaman kerja, tanggung jawab dan pencapaian yg diraih selama perjalanan karirnya. Tapi setelah mulai bisa beradaptasi dengan situasi interview, pertanyaan gw jadi lebih variatif. Gw cenderung lebih tertarik dengan latar belakang keluarga, cita-cita, kegagalan, tantangan dan tujuan hidup. Gw mulai menikmati saat-saat gw denger cerita, padahal biasanya gw agak cuek sama kehidupan orang lain yg ga deket-deket amat sama gw. Nah ini orang yg gw tanya aja bukan orang yg gw kenal, tapi kenapa gw peduli untuk tau banyak dari dia? Gw sempet nanya sama diri sendiri kenapa bisa begitu, dan jawaban yg gw dapat adalah mungkin gw merasa jadi bagian penting di perusahaan yg harus seleksi asset paling berharga yaitu karyawan.

Calon karyawan yg gw interview secara garis besar terbagi jadi 2 yaitu yg lebih muda dari gw (fresh graduate atau baru kerja kurang dari 5 tahun), dan yg lebih senior dari gw. Saat gw interview yg senior, gw bisa sedikit belajar dari meraka tentang cara menjawab, cara menjelaskan, dengar pengalaman karir yg menarik dan gaya dalam berkomunikasi yg menurut gw bagus. Tapi setelah keluar dari ruang interview, hal itu berlalu begitu saja. Berbeda dengan para senior tsb, gw justru lebih bersemangat interview calon karyawan yg bisa gw anggap lebih junior.

Walaupun kadang-kadang para junior ini menjawab dengan gaya bahasa santai, ga tepat sasaran, bahkan ga sesuai dengan pertanyaan, gw lebih nyaman sama mereka. Gw suka dengarkan mereka cerita tentang ambisi, cita-cita, target dan tujuan hidup yg ingin dicapai. Atau kisah tentang sebagian dari mereka yg harus kerja untuk membiayai kuliah sendiri, orang tua yg tidak mendukung, kondisi ekonomi yg susah, dan ada juga yg kerja kantoran hanya untuk status karena sebenarnya dia bisa hidup dari warisan. Para junior yg secara hitungan pengalaman jauh di bawah gw, tapi malah mereka yg berhasil menginspirasi. Setelah keluar dari ruang interview, gw masih bisa rasakan energi positif dari pembicaraan tadi. Terkadang gw cerita ulang ke teman seruangan tentang kisah yg menurut gw sayang kalau tidak dibagi ke yg lain.

Sudah hampir 3 bulan gw lakukan aktifitas interview ini, tapi gw masih bersemangat dan senang jika tau akan bertemu dan berbagi cerita dengan para junior. Gw ngerasa lihat diri sendiri sekitar 5 sampai 8 tahun yg lalu. Saat dimana permasalahan hidup hanya sebatas tugas kuliah dan angan-angan menjadi orang kantoran. Tapi dibalik itu semua ada sisi idealis yg mereka junjung tinggi, pandangan mereka lurus ke depan, tidak peduli kata orang, semangat yg berkobar, harapan yg tinggi, dan pikiran positif akan masa depan.

Hal-hal itulah yg membuat junior berbeda dengan senior. Para senior cenderung realistis, kerja karena butuh uang, penempatan kerja di bagian apapun tidak masalah yg penting harga cocok. Gw sekarang sedang di fase kehidupan dari anak muda menuju dewasa (secara emosional, pola pikir dan cara pandang). Gw terkadang sulit kontrol hati dan logika yg kadang berlawanan, prinsip yg kadang tak sejalan dengan sikon yg gw hadapi, dan banyak hal lain yg bisa bikin gw seakan ga kenal diri gw sendiri.

Tidak ada yg salah dengan idealis atau realistis, masing-masing punya kekuatannya sendiri. Kekuatan yg bisa bawa kita menjadi manusia yg lebih berharga, bukan secara nominal tapi secara nilai. Gw percaya setiap manusia punya proses hidup yg unik, yg secara perlahan membentuk karakter kita. Hidup mungkin bisa memberi banyak alasan untuk buat kita jatuh, tapi saat kita punya harapan dan semangat, maka kita punya lebih banyak alasan untuk tetap jalani hidup dengan tersenyum.

Akhirnya gw temukan jawaban yg tepat, kenapa gw mau jalankan rutinitas interview ini tanpa terbebani. Gw senang karena setelah bicara banyak hal dengan mereka, gw jadi bisa lebih bersyukur sama apa yg gw dapat saat ini. Gw juga bisa lebih semangat dalam berkarir, kejar cita-cita yg mungkin sudah mulai terlupakan. Gw jadi ingat di bulan Agustus 2009 saat gw untuk pertama kalinya diinterview dan ditanya oleh seorang kepala HRD; “Mau jadi apa kamu 5 tahun yg akan datang?” Dan gw selalu tersenyum ingat jawaban saat itu, dibanding dengan apa yg gw jalani saat ini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar