Akhir-akhir ini gw diminta untuk
bantu interview calon karyawan yg apply di perusahaan tempat gw kerja. Kita
memang lagi butuh banyak orang untuk berbagai posisi, dari mulai staf sampai
manager, baik untuk kantor pusat maupun untuk cabang. Gw bukan orang HRD jadi
gw ga terlalu ngerti baca karakter orang dari cara ngomong, jadi sebenernya gw
lebih nilai dari kemampuan secara akademis dan logika berpikir.
Awalnya gw agak kaku, bicara
formal dan terlalu sistematis. Biasanya gw hanya tertarik sama cerita tentang
pengalaman kerja, tanggung jawab dan pencapaian yg diraih selama perjalanan
karirnya. Tapi setelah mulai bisa beradaptasi dengan situasi interview,
pertanyaan gw jadi lebih variatif. Gw cenderung lebih tertarik dengan latar
belakang keluarga, cita-cita, kegagalan, tantangan dan tujuan hidup. Gw mulai
menikmati saat-saat gw denger cerita, padahal biasanya gw agak cuek sama
kehidupan orang lain yg ga deket-deket amat sama gw. Nah ini orang yg gw tanya
aja bukan orang yg gw kenal, tapi kenapa gw peduli untuk tau banyak dari dia?
Gw sempet nanya sama diri sendiri kenapa bisa begitu, dan jawaban yg gw dapat
adalah mungkin gw merasa jadi bagian penting di perusahaan yg harus seleksi
asset paling berharga yaitu karyawan.
Calon karyawan yg gw interview
secara garis besar terbagi jadi 2 yaitu yg lebih muda dari gw (fresh graduate
atau baru kerja kurang dari 5 tahun), dan yg lebih senior dari gw. Saat gw
interview yg senior, gw bisa sedikit belajar dari meraka tentang cara menjawab,
cara menjelaskan, dengar pengalaman karir yg menarik dan gaya dalam
berkomunikasi yg menurut gw bagus. Tapi setelah keluar dari ruang interview,
hal itu berlalu begitu saja. Berbeda dengan para senior tsb, gw justru lebih
bersemangat interview calon karyawan yg bisa gw anggap lebih junior.
Walaupun kadang-kadang para
junior ini menjawab dengan gaya bahasa santai, ga tepat sasaran, bahkan ga
sesuai dengan pertanyaan, gw lebih nyaman sama mereka. Gw suka dengarkan mereka
cerita tentang ambisi, cita-cita, target dan tujuan hidup yg ingin dicapai.
Atau kisah tentang sebagian dari mereka yg harus kerja untuk membiayai kuliah
sendiri, orang tua yg tidak mendukung, kondisi ekonomi yg susah, dan ada juga
yg kerja kantoran hanya untuk status karena sebenarnya dia bisa hidup dari
warisan. Para junior yg secara hitungan pengalaman jauh di bawah gw, tapi malah
mereka yg berhasil menginspirasi. Setelah keluar dari ruang interview, gw masih
bisa rasakan energi positif dari pembicaraan tadi. Terkadang gw cerita ulang ke
teman seruangan tentang kisah yg menurut gw sayang kalau tidak dibagi ke yg
lain.
Sudah hampir 3 bulan gw lakukan
aktifitas interview ini, tapi gw masih bersemangat dan senang jika tau akan
bertemu dan berbagi cerita dengan para junior. Gw ngerasa lihat diri sendiri
sekitar 5 sampai 8 tahun yg lalu. Saat dimana permasalahan hidup hanya sebatas
tugas kuliah dan angan-angan menjadi orang kantoran. Tapi dibalik itu semua ada
sisi idealis yg mereka junjung tinggi, pandangan mereka lurus ke depan, tidak
peduli kata orang, semangat yg berkobar, harapan yg tinggi, dan pikiran positif
akan masa depan.
Hal-hal itulah yg membuat junior
berbeda dengan senior. Para senior cenderung realistis, kerja karena butuh
uang, penempatan kerja di bagian apapun tidak masalah yg penting harga cocok.
Gw sekarang sedang di fase kehidupan dari anak muda menuju dewasa (secara
emosional, pola pikir dan cara pandang). Gw terkadang sulit kontrol hati dan
logika yg kadang berlawanan, prinsip yg kadang tak sejalan dengan sikon yg gw
hadapi, dan banyak hal lain yg bisa bikin gw seakan ga kenal diri gw sendiri.
Tidak ada yg salah dengan idealis
atau realistis, masing-masing punya kekuatannya sendiri. Kekuatan yg bisa bawa
kita menjadi manusia yg lebih berharga, bukan secara nominal tapi secara nilai.
Gw percaya setiap manusia punya proses hidup yg unik, yg secara perlahan
membentuk karakter kita. Hidup mungkin bisa memberi banyak alasan untuk buat
kita jatuh, tapi saat kita punya harapan dan semangat, maka kita punya lebih
banyak alasan untuk tetap jalani hidup dengan tersenyum.
Akhirnya gw temukan jawaban yg
tepat, kenapa gw mau jalankan rutinitas interview ini tanpa terbebani. Gw
senang karena setelah bicara banyak hal dengan mereka, gw jadi bisa lebih
bersyukur sama apa yg gw dapat saat ini. Gw juga bisa lebih semangat dalam
berkarir, kejar cita-cita yg mungkin sudah mulai terlupakan. Gw jadi ingat di
bulan Agustus 2009 saat gw untuk pertama kalinya diinterview dan ditanya oleh
seorang kepala HRD; “Mau jadi apa kamu 5 tahun yg akan datang?” Dan gw selalu
tersenyum ingat jawaban saat itu, dibanding dengan apa yg gw jalani saat ini :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar