Sebelum beraktifitas gw terbiasa
untuk berdoa. Banyak hal yg gw doakan, mulai dari minta berkat dan perlindungan
untuk diri sendiri, sampai berdoa untuk Indonesia. Rutinitas itu jarang banget
gw lewatkan, doa yg gw sampaikan memang terkesan monoton kalimat yg gw pakai
itu lagi itu lagi, walaupun begitu gw tetap berusaha taat dan setia untuk
berkomunikasi dengan-Nya. Tapi pagi itu tanggal 26 Juni 2015 adalah pagi yg berbeda
dari biasanya. Hati gw ga tenang, rasanya campur aduk, ga jelas.
Ga tau kenapa, pagi itu gw
bingung mau doa apa. Gw seakan kehilangan kata, ga tau harus keluarkan bilang
apa. Air mata gw mengalir deras tanpa sebab, yg gw rasa saat itu cuma sedih.
Setelah beberapa menit gw nangis, gw merasa agak lega dan akhirnya mampu
ucapkan 1 kalimat; “Biar kehendak-Mu yg terjadi”.
Kurang dari 3 jam setelah gw
ucapkan kalimat itu, gw harus terima kenyataan bahwa apa yg gw harapkan tidak
sesuai dengan kehendak-Nya.
Di surut ruang itu gw duduk berbalut
kesedihan yg luar biasa. Dada gw sesak seperti tak bisa bernafas, kaki lemas
seperti tak bertenaga. Gw kecewa dengan yg terjadi di depan mata. Merasa ini
gak adil. Kenapa jalan cerita tidak sesuai dengan apa yg gw impikan.
Gw kehilangan mimpi yg paling gw
inginkan di dunia ini. Doa terpenting yg pernah terucap seumur hidup gw. Hal
terindah yg gw rindukan. Semua itu harus gw relakan pergi untuk selamanya.
Mau marah, tapi sama siapa? Gw
tidak seberani itu untuk marah pada Sang Pencipta. Semakin gw sugesti diri
sendiri bahwa ini yg terbaik, hati gw semakin berontak. Situasi saat itu sulit
untuk dijelaskan, gw seperti berperang melawan diri sendiri. Gw berusaha untuk
menguasai diri dengan menyebut nama-Nya, mengingatkan diri sendiri bahwa ini adalah
hak mutlak dari Sang Pencipta.
Sampai hari ini pun gw masih
kehilangan, merasa ada yg tidak lengkap. Gw ga pernah bayangkan rasanya akan
sesakit ini. Sulit sekali mengendalikan emosi, hati ini seakan terluka begitu dalam.
Semoga ini bisa cepat berlalu, hari-hari nenyedihkan akan segera diganti dengan
hari baru yg lebih menyenangkan.
Peristiwa ini memaksa gw belajar
untuk mempraktekan teori-teori yg gw pahami, ayat-ayat Firman yg gw baca dan
lagu-lagu yg gw nyanyikan. Seperti saat gw sekolah dulu, mungkin ini ujian praktek
yg harus dilalui sebelum naik kelas.
Gw berharap kalimat ini bukan
hanya terucap dari bibir, tapi bisa lahir dari ketulusan hati; “Jadilah
kehendak-Mu di bumi seperti di Surga”.